Mengapa Investor Tertarik Membeli Saham Sebelum Koreksi Terjadi

Dalam dunia investasi, salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah kecenderungan sebagian investor untuk membeli saham atau aset lainnya sebelum pasar mengalami koreksi. Meskipun langkah ini terlihat berisiko, tidak sedikit investor yang merasa yakin bahwa mereka mampu “mengantisipasi” pergerakan pasar dan membeli pada harga yang dianggap lebih murah sebelum harga turun lebih jauh.

Apa sebenarnya yang mendorong investor melakukan hal ini? Apakah ini bentuk strategi cerdas, atau hanya spekulasi dengan konsekuensi tinggi?

1. Keyakinan pada Nilai Fundamental

Salah satu alasan utama mengapa investor tertarik membeli sebelum koreksi adalah keyakinan terhadap nilai intrinsik saham atau aset tersebut. Mereka percaya bahwa meskipun harga pasar bisa berfluktuasi, nilai jangka panjang dari aset tersebut akan tetap kuat.

Contohnya, seorang investor mungkin telah mengamati saham perusahaan teknologi besar yang turun 5-7% dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan analisis fundamental, ia menilai bahwa perusahaan tersebut masih memiliki prospek pertumbuhan yang baik, sehingga penurunan harga justru dilihat sebagai kesempatan untuk “masuk lebih awal” sebelum harga kembali naik.

2. Optimisme Terhadap Pemulihan Cepat

Beberapa investor mengambil posisi beli sebelum koreksi karena mereka meyakini bahwa penurunan hanya bersifat sementara. Mereka berharap pasar akan segera pulih, seperti yang sering terjadi dalam koreksi jangka pendek.

Optimisme ini sering kali didorong oleh sejarah pergerakan pasar. Dalam beberapa kasus, koreksi hanya berlangsung beberapa minggu, dan setelah itu harga saham kembali menguat. Investor yang berhasil “menangkap” momen ini tentu akan mendapatkan keuntungan yang signifikan.

3. FOMO (Fear of Missing Out)

Psikologi pasar memiliki peran besar dalam keputusan investasi. Ketakutan akan kehilangan peluang sering mendorong investor untuk membeli, bahkan ketika tanda-tanda koreksi mulai terlihat.

Investor yang melihat orang lain mulai mengambil posisi di pasar bisa merasa tertinggal dan memutuskan untuk ikut masuk, walaupun secara rasional mereka tahu risiko koreksi masih besar. FOMO bisa menjadi pendorong kuat yang menutupi pertimbangan logis dan analisis risiko.

4. Percaya Diri Berlebihan (Overconfidence Bias)

Beberapa investor merasa mereka punya pemahaman atau “insting” yang tajam terhadap arah pasar. Mereka merasa mampu memperkirakan titik balik pasar sebelum mayoritas pelaku pasar lain menyadarinya. Ini dikenal sebagai overconfidence bias, yaitu kepercayaan berlebihan terhadap kemampuan diri sendiri dalam menilai situasi pasar.

Mereka yakin bahwa mereka bisa membeli di saat yang hampir ideal, bahkan jika koreksi belum benar-benar terjadi. Namun, keyakinan ini bisa menyesatkan jika tidak dibarengi dengan manajemen risiko yang baik.

5. Strategi Dollar Cost Averaging (DCA) Dipercepat

Beberapa investor menggunakan pendekatan Dollar Cost Averaging (DCA), yaitu berinvestasi secara bertahap dalam periode waktu tertentu. Dalam situasi menjelang koreksi, mereka mungkin mempercepat pembelian dengan harapan memperoleh harga rata-rata yang lebih rendah.

Meski koreksi belum terjadi, penurunan awal bisa dianggap cukup menarik untuk menambah posisi. Strategi ini bisa bekerja dengan baik jika dilakukan secara disiplin dan pada aset yang memiliki prospek jangka panjang.

Risiko yang Harus Diperhatikan

Meskipun membeli sebelum koreksi bisa menghasilkan keuntungan besar, risikonya pun tidak kecil:

  • Timing yang salah bisa membuat investor terjebak di harga tinggi sebelum penurunan lebih dalam.

  • Koreksi bisa berubah menjadi bear market, dan pemulihan bisa memakan waktu lama.

  • Psikologi investor diuji, terutama jika harga terus turun dan kerugian membesar.

Minat investor untuk membeli sebelum koreksi mencerminkan perpaduan antara analisis fundamental, optimisme, dan psikologi pasar. Meskipun bisa menguntungkan jika dikelola dengan baik, pendekatan ini juga sarat risiko. Kunci utamanya terletak pada perencanaan yang matang, disiplin eksekusi, dan pemahaman risiko yang realistis. Dalam jangka panjang, investor yang mampu menyeimbangkan keberanian dan kehati-hatian cenderung bertahan dan berhasil di pasar yang dinamis ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *